Karya: Annisah
Indonesia dirundung duka, Indonesia berkabung nestapa. Negara yang terkenal dengan Negara yang makmur dan penuh sumber daya alam yang melimpah ruah, namun ironisnya pertumbuhan masyarakat tak terbendung jumlahnya dengan tingkat pengangguran yang tinggi menjadi pelengkap bumbu-bumbu keresahan Negara. Kini kembali di landah musibah, gunung merapi meletus, tsunami di mentawai, dan banjir bandang di wasior. Jika kita katakan ini sebuah bentuk musibah, apakah tidak terlalu adil jika menimpah secara beruntun. Maraknya pemberitaan media tentang bencana alam gunung Merapi serta dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut menimbulkan keprihatian dari berbagai pihak. Ibah dan sedih yang kita rasakan melihat penderitaan saudara kita nan jauh di mata, Lalu apakah peristiwa ini bisa disebut azab atau bencana?
Merapi adalah gunung berapi dibagian tengah pulau Jawa dan menjadi gunung teraktif di Indonesia, kondisi lereng sisi selatan berada dalam kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah propinsi Jawa Tengah, yaitu kabupaten Magelang di sisi barat, kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta kabupaten Klaten di sisi tenggara, ditambah pemukiman penduduk yang sangat padat, kondisi inilah yang membuat setengah pulau Jawa ikut merasakan bencana tersebut.
Setiap isi alam ini mengalami siklus, begitupun gunung merapi setiap tiga sampai lima tahun sekali mengalami erupsi (puncak keaktifan), terhitung sejak tahun 1548 gunung merapi ini sudah meletus sebanyak 68 kali (namun tidak separah seperti kondisi saat ini). Bagi masyarakat di sekitar merapi, gunung tersebut membawa berkah material pasir, sedangkan untuk pemerintahan sendiri gunung berapi menjadi obyek wisata. Namun saat ini letusan gunung merapi sudah pada posisi mengkhawatirkan berdasarkan data dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) suara gemuruh dapat terdengar dari jarak 30 kilometer dari puncak diiringi dengan hujan abu pada radius 30 kilometer dan hujan pasir pada radius 15 kilometer.
Meletusnya gunung berapi dan dampak yang ditimbulkannya itulah yang dipahami dengan bencana alam oleh manusia, namun bila dilihat siapa yang memberikan izin bencana yang terjadi ini tidak salah bila dikatakan peristiwa ini disebut sebagai ujian dan teguran dari yang Maha Pencipta yang direalisasikan dalam bentuk bencana alam, teguran bagi kaum yang dzalim dan ujian bagi kaum yang mukmin, Sebenarnya hubungan manusia dan alam telah diatur jelas oleh islam dalam al-qur’an, agama memandang alam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keimanan seseorang terhadap tuhan, dengan kata lain, perilaku manusia terhadap lingkungan merupakan manifestasi dari keimananan seseorang, jadi terjadi hubungan yang harmonis antara manusia dan alam, dengan tujuan saling menjaga dan memelihara. Menjaga alam dan memelihara lingkungan sama halnya dengan menjaga dan memelihara kehidupan di alam, namun fakta yang terjadi di lingkungan adalah manusia memakai sumber daya alam sepuasnya tanpa melakukan peremajaan lingkungan, sebagian penggali bahan tambang melakukan aktifitas penambangan secara besar-besaran, seperti batu alam, bahan material bangunan, pasir dan masih banyak lagi, para penambang ini terus mengambil dan hanya memikirkan keuntungan besar yang dihasilkan oleh proyek barang tambang ini, tapi tidak pernah memikirkan dampak dari apa yang mereka lakukan, penambangan yang terus menerus dapat menyebabkan dinding gunung terkikis dan bisa terjadi erosi yang dapat mendatangkan banjir bandang (banjir Lumpur bercampur pasir).
Hubungan manusia dan alam dijelaskan Allah SWT dalam firmannya QS. Ar-ra’d: 8, alam semesta termasuk bumi dan isinya adalah ciptaan tuhan dan diciptakan dalam keseimbangan, proposional dan mempunyai ukuran-ukuran, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jadi ketika suatu yang seimbang itu dibuat tak seimbang maka akan terjadi hal-hal yang tak seimbang pula. Manusia tak bisa terhindar dari musibah yang satu kemusibah yang lain, namun juga dipenuhi oleh berbagai kenikmatan yang satu ke yang lain.
Inilah fakta yang terjadi dalam hidup manusia, musibah bisa berbentuk bencana alam, kita tidak bisa meolak qadar dari Allah (sunatullah) namun hal ini bisa dicegah dan dihindari, tentunya dengan memelihara keseimbangan hidup dengan alam. Karena manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari alam, sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam adalah saling mengisi dan saling melengkapi satu dengan lainnya dengan peran yang berbeda-beda.
.
0 komentar:
Posting Komentar